BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pembentukan
suatu organisasi yaitu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Begitu pula dengan
salah satu organisasi yang sangat besar seperti dunia persekolahan dalam
tingkat nasional. Untuk mencapai tujuan pendidikan maka harus dibuat rancangan
untuk mencapai tujuan tersebut agar dalam pelaksanaannya terorganisir dan
terarah. Oleh karena itulah kita mengenal yang namanya kurikulum.
Kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi
pihak-pihak yang terkait. Selain sebagai
pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu: fungsi penyesuaian,
fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi
pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Kurikulum
dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni
mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna dapat
hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan saja berhubungan
dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai
dengan norma-norma masyarakat akan tetapi juga pendidikan harus berisi tentang
pemberian pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
minat dan bakat mereka. Dengan demikian dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan
komponen yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan
dan arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus dimilki
setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri.
Kedudukan
kurikulum ini sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di
dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari
kurikulum. Pada dasarnya kurikulum
merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen
kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji
suatu kurikulum lembaga pendidikan itu.
Mengingat
pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar dari kurikulum ini, maka penulis
tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah makalah yang khusus mengungkap
mengenai hal tersebut. Kiranya kehadiran makalah ini dapat sedikit membuka
wawasan para pembaca semua.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
kurikulum ?
2.
Bagaimana Landasan
pengembangan kurikulum ?
3.
Bagaimana komponen-komponen pengembangan
kurikulum?
4.
Bagaimana
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum ?
5.
Bagaimana tahap-tahap
pengembangan kurikulum ?
6.
Bagaimana fungsi
kurikulum dan peranan
kurikulum ?
7.
Bagaimana
Peranan Kurikulum ?
8.
Apa saja model-model pengembangan kurikulum?
9.
Bagaimanakah
perkembangan kurikulum diIndonesia?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian kurikulum.
2. Untuk
mengetahui landasan
pengembangan kurikulum.
3. Untuk
mengetahuikomponen-komponen pengembangan kurikulum.
4. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
5. Untuk
mengetahui tahap-tahap pengembangan kurikulum.
6. Untuk
mengetahui fungsi dan
peranan kurikulum.
7. Untuk mengetahui peranan kurikulum
9. Untuk
mengetahui perkembangan kurikulum diIndonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
kurikulum
Secara Etimolologis, istilah
kurikulum(curriculum) berasal dari
bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”.Itu berarti istilah kurikulum
berasal dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai
finish, kemudian di gunakan oleh dunia pendidikan.
Secara
terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah
pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna
mencapai tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan.
Sedangkan
menurut bahasa latin kurikulum berarti
“jalur pacu”, dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu
(ibarat jalan) bagi kebanyakan orang (Zais, 1976:6).
Lebih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai
pengertian kurikulum, yakni:
1. Kurikulum
sebagai program pelajaran
2. Kurikulum
sebagai isis pelajaran
3. Kurikulum
sebagai pengalaman belajar yang direncanakan
4. Kurikulum
sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah
5. Kurikulum
sebagai suatu rencana (tertulis) untuk dilaksanakan
Sedangkan
Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep:
1. Kurikulum
sebagai pengetahuan yang diorganisasikan
2. Kurikulum
sebagai modus mengajar
3. Kurikulum
sebagai arena pengalaman
4. Kurikulum
sebagai kehidupan terbimbing
5. Kurikulum
sebagai pengalaman belajar terbimbing
6. Kurikulum
sebagai pengalaman
7. Kurikulum
sebagai suatu rencana pembelajaran
8. Kurikulum
sebagai system produksi secara teknologis
9. Kurikulum
sebagai tujuan
Para ahli mengartikan kurikulum itu
yaitu:
1.
Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”
2.
Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan
untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang
diharapkan dari suatu pembelajaran.
3.
Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan
pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum
berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum
semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan
pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana
dari suatu institusi pendidikan.
4.
John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah
dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan
kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
5.
Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak
terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu
siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk
melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada
pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman
yang dirancangkan oleh sekolah.
6.
Menurut Hasan Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung
dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu
pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang
harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian kedua yaitu
sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang ini karena
adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.
7.
Hilda Taba ;1962 Kurikulum sebagai a plan for learning,
yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu,
pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat
rencana untuk peserta didik selama di sekolah
8.
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam
bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha
sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun
diluar sekolah”.
9.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum
adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
10.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan
kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa
atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan”.
Dalam
UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 1 (9) menyebutkan bahwa :”
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
serta cara yang digunakan sebagi pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar.” Sedangkan dalam Pasal 37 menyebutkan:”kurikulum disusun
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuainnya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan
nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekbologi, serta kesenian sesuai
dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”
Menurut Zainal Arifin, 2014:4)
Kurikulum adalah semua kegiatan dan penngalaman potensial (isis/materi) yang
telah disusun secraa ilmiah, baik yang terjadi didalam kelas, dihaamna sekolah
maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Untuk
mempermudah dan menyederhanakana pembahasan, berikut merupakan penyimpulan dari
konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari:
1. Kurikulum
sebagai jalan meraih ijazah
Kurikulum merupakan syarat mutlak
dalam pendidikan formal, bisa dikatakan tidak ada pendidikan formal tanpa ada
kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang-jenjang pendidikan yang selalu
berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Jadi bisa
disimpulkan kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata
pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang harus dilalui untuk meraih
ijazah.
2. Kurikulum
sebagai mata dan isi pelajaran
Kurikulum sebagai jalan meraih
ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi
pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa. Penyebutan kurikulum sering
disamakan dengan mata pelajaran, lebih jauh maksudnya adalah isi dari pelajaran
tertentu dalam program dikatakan sebagai kurikulum.
3. Kurikulum
sebagai rencana kegiatan pembelajaran
Kurikulum didefinisikkan sebagai
satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses belajar mengajar belajar
di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para
anggota stafnya.
4. Kurikulum
sebagai hasil belajar
Semua rencana hasil belajar
(learning outcomes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum.
Kurikulum diartikan sebagai rekontruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara
sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah atau universitas agar
memungkinkan siswa menambah penguasaan, pengetahuan dan pengalamannya. Dengan
demikian kurikulum sebagai hasil belajar merupakan serangkaian hasil belajar
yang diharapkan.
5. Kurikulum
sebagi pengalaman belajar
Dari empat konsep sebelumnya,
dapatlah ditandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengiplementasian
kurikulum tersebut akan memperoleh pengalaman belajar. Kurikulum adalah segala
hal yang bermaksud dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan-kesempatan
bagi siswa memperoleh pengalaman belajar yang diperlukan sekali
Jadi,
kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk
menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah
atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.Pengertian kurikulum secara
luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar siswa
saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak
sesuai dengan tujuan pendidikanyang diharapkan
2.2
Landasan
pengembangan kurikulum
Kurikulum
merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan
dikembangan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan
yang ada dalam masyarakat. Adapun yang dimaksud dari pengembangan kurikulum
adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan
berjalan. Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dnegan yang
diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan
pengembangan kurikulum. Hal yang dikemukakan dalam “Landasan Program dan
Pengembangan Kurikulum” merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan
kurikulum, yang seringkali disebut sebagai determinan (factor penentu)
pengembangan kurikulum.
a. Landasan
filosofis
Landasan
filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan,
system nilai, nilai kebaikan, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam
masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum
dari satu system pendidikan yang lain.
b. Landasan
sosial-budaya-agama
Realitas
sosial-budaya-agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian
pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia,
sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan dan melepaskan manusia
menggunakan akalnya. Dengan demikian apabila terdapat nilai sosial-budaya yang
tidak berterima atau tidak bersesuaian dengan akalnya akan dilepaskan. Oleh
karena itu, nilai-nilai sosial-budaya lebih bersifat sementara bila dibanding
nilai-nilai keagamaan. Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluasan,
pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial-budaya-agama, maka
masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum.
c. Landasan
ilmu pengetahuan teknologi dan seni
Pendidikan
merupakan usaha penyiapan subjek didik (siswa) mengahadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan merupakan upaya
penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk di dalamnya
perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka pengembangaan kurikulum
haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
d. Landasan
kebutuhan masyarakat
Adanya
perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar
disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat
tersebut. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh
terhadap individu-individu anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum
yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang modern yang bersifat teknologis.
e. Landasan
perkembangan masyarakat
Ipteks
mendukung perkembangan masyarakat, dan kebutuhan masyarakat akan membantu
menetapka perkembangan yang dilkaksanakan. Perkembangan masyarakat akan
menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai. Untuk menciptakan proses
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan
berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat
itu sendiri.
2.3 Komponen
Pengembangan Kurikulum
Komponen
kurikulum terdiri dari:
a. Tujuan
Tujuan
sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang
peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat
mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan focus untuk seluruh
program pendidikan.
b. Materi/pengalaman
belajar
Hal
yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih
dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan
kurikulum dapat dicapai dengan cara yang paling efektif dan supaya pengetahuan
paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif.
c.
Organisasi
Perbedaaan
antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam
pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu
rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan
pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan
pendidikan.
d.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan yang
dipandang paling kecil. Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap
belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran.
2.4
Prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum
Prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum diantaranya adalah:
a. Prinsip
relevansi
Relevansi
berarti sesuai antara komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi dan
evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalm
pemenuhan tenaga kerja mauapun warga masyarakat yang diidealkan.
b. Prinsip
kontinuitas
Prinsip
kontinuitas berarti berkesinambungan menghendaki pengembanagn kurikulum yang
berkesinambungan secara vertical dan berkesinambunagn secara horizontal.
Berkesinambungan secara vertical artinya bertahap atau berjenjang dalam artian
antara jenjang satu dengan jenjang lainnya berkesinambungan. Sedangkan
berkesinambungan horizontal artinya berkelanjutan dapat diartikan pengembangan
kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat/kelas yang sama tidak terputus-putus
dan merupakan pengembangan yang terpadu.
c. Prinsip
fleksibilitas
Pera
pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa
merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai.
2.5
Tahap-tahap
pengembangan kurikulum
Dalam pelaksanaannya, pengembangan
kurikulum harus menempuh tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap 1: Studi Kelayakan dan
Analisis Kebutuhan
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum melakukan analisis kebutuhan program dan
merumuskan berbagai pertimbangan, termasuk hal-hal apa yang harus dikembangkan.
Analisis kebutuhan dapat dilakukan terhadap: (a) kebutuhan peserta didik,
terutama aspek perkembangan psikologis, seperti bakat, minat, dan
kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki, baik kompetensi akademik, kompetensi
sosial, kompetensi personal, maupun kompetensi vokasional, sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikan yang di tetapkan (b) kebuthan masyarakat dan dunia
kerja, dan (c) kebutuhan pembangunan (nasional dan daerah). Teknik yang dapat
digunakan antara lain studi lapangan (observasi, wawancara, angket, dll),
survei, analisis kompetensi, analisis tugas, dan studi dokumentasi. Studi
kelayakan meliputi program yang akan dikembangkan, rasional pengembangan,
rumusan deskripsi tugas secara umum, analisis tugas secara khusus, rumusan
kemampuan yang akan dikembangkan, analisis kebutuhan program sesuai dengan
rumusan kemampuan yang akan dikembangkan.
Tahap 2: Perencanaan kurikulum
(Draft Awal)
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum menyusun suatu konsep perencanaan awal
kurikulum. Berdasarkan rumusan kemampuan yang akan dikembangkan pada tahap
pertama, kemudian dirumuskan tujuan kurikulum yang mendasari rumusan isi dan
sruktur kurikulum yang diharapkan. Selanjutnya, pengembang kurikulum merancang
strategi pembelajaran yang meliputi pendekatan, strategi, metode, media, sumber
belajar, dan sistem penilaian berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah
ditentukan sebelumnya pada tahap awal. Pemilihan metode, media, sumber belajar,
dan teknik penilaian hendaknya mengacu pada prinsipnya msing-masing dan
disesuaikan dengan kemampuan guru di lapangan serta situasi dan kodisi lembaga
pendidikan/sekolah.
Tahap
3: Pengembangan Rencana Operasional Kurikulum
Pada tahap ini, pengembang kurikulum membuat rencana
operasional kurikulum, yang meliputi penyusunan silabus, pengembangan bahan
ajar, dan menentukan sumber-sumber belajar, seperti buku sumber, modul, nara
sumber, dan sebagainya. Rencana pelaksanaan ini hendaknya memperhatikan faktor
waktu, tenaga, biaya, dan kemungkinan pelaksanaannya di lembaga pendidikan
(sekolah).
Tahap 4: Pelaksanaan Uji Coba
Terbatas kurikulum di Lapangan
Tujuan uji
coba dilapangan adalah untuk mengetahui kemungkinan pelaksanaan dan
keberhasilan kurikulum, hambatan atau masalah apa yang terjadi, bagaimana pengaruh
lingkungan, faktor-faktor apa yang mendukung, dan bagaimana upaya mengatasi
hambatan atau pemecah masalah. Dalam pelaksanaan uji coba terbatas, pengembang
kurikulum hendaknya memperhatikan keandalan program, kemampuan guru dan tenaga
teknis, instrumen evaluasi, kelengkapan sumber-sumber belajar, dan kriteria
keberhasilan. Kegiatan uji coba meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi,
perbaikan dan penyesuaian. Uji coba biasanya dilakukan pada kelompok sampel
yang refresentatif.
Tahap 5: Implementasi Kurikulum
Pada tahap ini, pengembang kurikulum
harus melakukan minimal dua kegiatan pokok, yaitu (a) kegiatan diseminasi,
yaitu pelaksanaan kurikulum dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan (b)
melaksanakan kurikulum secara menyeluruh untuk semua jenis dan jenjang
pendidikan.
Tahap 6: Monitoring dan Evaluasi
kurikulum
Pada tahap
ini, pengembang kurikulum melakukan monitoring dan evaluasi kurikulum, yang
meliputi tahap masukan sesuai dengan desain kurikulum dan hasil atau dampak
pelaksanaan kurikulum.
Tahap 7: Perbaikan dan Penyesuaian
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum harus melakukan perbaikan dan penyesuaian
apabila berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kurikulum ternyata terdapat
hal-hal yang menyimpang atau tidak sesuai dengan keadaan. Perbaikan mungkin
dilakukan terhadap perencanaan kurikulum, strategi penyampaian, materi
pembelajaran, teknik reinforcement, sistem penilaian, dan sebagainya (Arifin,
2011 :42-44).
Menurut
Arich Lewy (1977) dalam Arifin tahap-tahap pengembangan kurikulum meliputi hal-hal
berikut ini.
1. Penentuan Tujuan
Umum
2. Perencanaan
3. Uji Coba dan
Revisi
4. Uji Coba Lapangan
5. Pelaksanaan
Kurikulum
6. Pengawas Mutu Kurikulum
2.6
Fungsi
kurikulum
Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk
membantu peserta didik untuk
mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Kurikulum itu segala aspek
yang mempengaruhi peserta didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta
prasarana lainnya. Kurikulum sebagai program belajar bagi siswa, disusun secara
sistematis dan logis,diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sebagai program belajar, kurikulum adalah
niat, rencana dan harapan.Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum meliputi :
1. Fungsi Penyesuaian,
karena individu hidup dalam
lingkungan , sedangkan lingkungan tersebut
senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap individu harus mampu
menyesuaikan diri secara dinamis. Dan di balik lingkungan pun harus disesuaikan
dengan kondisi perorangan, disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan menuju individu yang well
adjusted.
2. Fungsi Integrasi,
kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang
terintegrasi. Oleh karena individu itu sendiri merupakan bagian integral dari
masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam
rangka pembentukan atau pengintegrasian
masyarakat.
3. Fungsi Deferensiasi,
kurikulum perlu memberikan pelayanan
terhadap perbedaan- perbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya
deferensiasi akan mendorong orang
berpikir kritis dankreatif, dan ini akan mendorong kemajuan sosial dalam
masyarakat.
4. Fungsi Persiapan,
Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk jangkauan
yang lebih jauh atau terjun ke masyarakat. Mempersiapkan kemampuan
sangat perlu, karena sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan
atau semua apa yang menarik minat
mereka.
5. Fungsi Pemilihan,
antara keperbedaan dan pemilihan
mempunyai hubungan yang erat.Pengakuan atas perbedaan berarti pula diberikan
kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang dinginkan
dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan yang sangat ideal bagi
masyarakat yang demokratis, sehingga kurikulum perlu diprogram secara fleksibel.
6. Fungsi Diagnostik,
Salah satu segi
pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan para siswa agar mereka
mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki.Ini dapat
dilakukan bila mereka menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimiliki
melalui eksplorasi dan prognosa. Fungsi
kurikulum dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar dapat
mengembangkan potensi siswa secara optimal.
Sedangkan Fungsi kurikulum dapat
juga ditinjau dalam berbagai perspektif, antara lain :
1. Fungsi kurikulum dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan
Fungsi kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, yaitu alat untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan visi,
misi, dan tujuan pendidikan nasional, termasuk berbagai tingkatan tujuan pendidikan
yang ada dibawahnya. Kurikulum sebagai alat dapat diwujudkan dalam bentuk
program, yaitu kegiatan dan pengalaman belajar yang harus dilaksanakan oleh
guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Program tersebut harus
dirancang secara sistematis, logis, terencana, dan sesuai dengan kebutuhan,
sehingga dapat dijadikan acuan bagi guru dan peserta didik dalam melaksanakan
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
2. Fungsi kurikulum bagi kepala
sekolah.
Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah
merupakan pedoman untuk mengatur dan membimbing kegiatan sehari-hari di
sekolah, baik kegiatan intra kurikuler, ekstra kurikuler maupun ko- kurikuler.
Pengaturan kegiatan ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih, seperti
jenis program pendidikan apa yang sedang dan akan dilaksanakan, bagaimana
prosedur pelaksanaan program pendidikan, siapa orang yang bertanggung jawab dan
melaksanakan program pendidikan, kapan dan imana
program pendidikan akan dilaksanakan. Bagi kepala sekolah kurikulum merupakan barometer
keberhasilan program pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah
dituntut untuk menguasai administrasi kurikulum dan mengontrol
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan agar sesuai dengan kurikulum
yang berlaku. Disinilah pentingnya pemerintah melibatkan kepala sekolah dalam
merancang kurikulum,
termasuk
sosialisasi kurikulum baru.
3. Fungsi kurikulum bagi setiap
jenjang pendidikan.
Sering kita mendengar, bahwa perguruan tinggi mengeluh
tentang mutu lulusan SLTA yang kurang memadai. Para guru di SLTA memberikan
alasan, karena terdapat kelemahan pada lulusan SMP. Guru SMTP tidak mau
menerimanya begitu saja, akhirnya melemparkan kelemahan itu kepada SD.
Guru-guru di SD inilah yang menjadi tumpuan masalah. Tindakan saling
melemparkan kekurangan atau kesalahan bukan merupakan solusi yang terbaik,
karena dapat menimbulkan persoalan yang semakin meruncing. Salah satu jalan
keluarnya ialah setiap jenjang pendidikan harus sama-sama saling menyesuaikan
dan mempelajari kurikulum pada sekolah-sekolah yang ada di bawah atau di
atasnya. Jadikanlah kurikulum SD sebagai dasar pertimbangan untuk mengembangkan
kurikulum SMP, dan kurikulum SMP sebagai bahan pertimbangan pengembangan
kurikulum di SMA. Begitulah seterusnya sampai di perguruan tinggi. Melalui cara
seperti itu, maka kesinambungan kurikulum pada semua jenjang pendidikan akan
semakin jelas. Bagi sekolah yang berada diatasnya, kurikulum merupakan
pengembangan atau lanjutan dari pendidikan sebelumnya. Dengan demikian, fungsi
kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan ialah (a) fungsi kesinambungan, yaitu
sekolah pada tingkat yang lebih atas harus mengetahui dan memahami kurikulum
sekolah yang dibawahnya, sehingga dapat dilakukan penyesuaian kurikulum, (b)
fungsi penyiapan tenaga, yaitu bilamana sekolah tertentu diberi wewenang
mempersiapkan tenaga-tenaga terampil, maka sekolah tersebut perlu mempelajari
apa yang diperlukan oleh tenaga terampil, baik mengenai kemampuan akademik,
kecakapan atau keterampilan, kepribadian maupun hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan sosial.
4. Fungsi kurikulum bagi guru
Dalam praktik, guru merupakan ujungtombak pengembangan
kurikulum sekaligus sebagaipelaksana kurikulum di lapangan. Guru juga sebagai
faktor kunci (key factor) dalam keberhasilansuatu kurikulum.
Bagaimanapun baiknya suatu kurikulum disusun, pada akhirnya akan sangat bergantung dengan kemampuan guru dilapangan. Efektifitas suatu kurikulum tidak akan tercapai, jika guru tidak dapat
memahami dan melaksanakan kurikulum dengan baik sebagaipedoman dalam proses
pembelajaran. Artinya, guru tidak hanya berfungsi sebagai pengembang kurikulum, tetapi juga sebagai
pelaksana kurikulum. Guru betul-betul dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya sesuai dengan perkembangan kurikulum itu sendiri,
perkembangan IPTEK, perkembangan masyarakat,perkembangan psikologi belajar,dan
perkembangan ilmu pendidikan. Guru harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi personal, dan kemampuan sosial secara seimbang dan terpadu. Bagi
guru, memahami kurikulum Bagi guru, memahami kurikulum merupakan suatu hal yang
mutlak dan harga mati. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh guru dan disampaikan
kepadapeserta didik harus sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Guru dengan
kurikulumtidak bisa dipisahkan, tetapi harus merupakan satu kesatuan yang utuh
sehingga menjadi satu raga.
5. Fungsi kurikulum bagi pengawas
(supervisor)
Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai
pedoman, patokan, atau ukurandalam membimbing kegiatan guru di sekolah.
Kurikulum dapat digunakan pengawas untukmenetapkan hal-hal apa saja yang
memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usahapengembangan kurikulum dan
peningkatan mutu pendidikan. Para pengawas harus bersikap danbertindak secara profesional
dalam membimbing kegiatan guru di sekolah. Pengawas juga perlumencaridata dan
informasi mengenai faktor pendukung dan penghambat
implementasikurikulum dalam hubungannya dengan peningkatan mutu guru,
kelengkapan sarana pendidikan, pemantapan sistem administrasi, bimbingan dan konseling ,keefektifan penggunaan perpustakaan, dan lain-lain.
Implikasinya adalah pengawas harus menguasai kurikulum yangberlaku agar dapat memberikan bimbingansecara professional kepada
guru-guru,terutama dalam pengembangan program pembelajaran dan implementasinya.
6. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Bagi masyarakat, kurikulum dapat memberikan pencerahan dan
perluasan wawasan pengetahuandalam berbagai bidang kehidupan. Melalui
kurikulum, masyarakat dapat mengetahui apakahpengetahuan, keterampilan, sikap,
dan nilai-nilai yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengankurikulum suatu
sekolah. Masyarakat yang cerdas dan dinamis akan selalu (a)
memberikanbantuan,baikmoril maupunmateril
dalampelaksanaankurikulumsuatusekolah,(b)memberikan saran-saran, usul atau
pendapat sesuai dengan keperluan-keperluan yang palingmendesak untuk
dipertimbangkan dalam kurikulum sekolah, dan (c) berperan serta secara
aktif,baik langsung maupun tidak langsung. Orang tua juga perlu memahami
kurikulum dengan baik,sehingga dapat memberikan bantuan kepada putra-putrinya.
Fungsi kurikulum bagi orang tua dapat dijadikan bahan untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan fasilitas lainnya guna mencapai hasil belajar yang lebih
optimal. Bantuan dan bimbingan yang tidak didasarkan atas kurikulum yang berlaku, dapat
merugikan anak, sekolah, masyarakat dan orang tua itu sendiri.
7.Fungsi kurikulum bagi pemakai
lulusan
Instansi atau perusahaan manapun yang mempergunakan tenaga
kerja lulusan suatu lembagapendidikan tentu menginginkan tenaga kerja yang
bermutu tinggi dan mampu berkompetisi agar dapat meningkatkan produktifitasnya. Biasanya,para pemakai lulusan selalu melakukan seleksiyang ketat dalam
penerimaan calon tenaga kerja. Seleksi dalam bentuk apapun tidak akan membawa
arti apa-apa jika instansi tersebut tidak mempelajari terlebih dahulukurikulum
yang telah ditempuh oleh para calon tenaga kerja tersebut. Bagaimanapun,
kadarpengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki calon
tenaga kerja, merupakanproduk dari kurikulum yang ditempuhnya. Para pemakai
lulusan harus mengenal kurikulum yangtelah ditempuh calon tenaga kerja. Studi
kurikulum akan banyak membantu pemakai lulusandalam menyeleksi calon tenaga
kerja yang handal, enerjik, disiplin, bertanggung jawab, jujur,ulet, tepat dan
kualifaid.
2.7 Peranan
Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik (1990) Kurikulum
bagi program pendidikan dimana sekolah sebagai institusi social
melaksanakan oprerasinya, paling tidak
dapat ditentukan 3 jenis kurikulum :
1. Peranan Konservatif
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat
dijadikan sebagai sarana untuk mentramisikan nilai-nilai warisan budaya masa
lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini bagi generasi muda
2. Peranan Kritis dan evaluative
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan
bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan
perkembangan.
3. Peranan Aktif
Peranan ini dilatar belakangi oleh adanya kenyataan bahwa
nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami
perubahan. Sehingga pewarisan dan nilai-nilai budaya masa lalu.kepada siswa
perlu disesuaikan dengan masa sekarang.
2.8 Model-model pengembangan kurikulum
Berikut
ini merupakan beberapa model pengembangan kurikulum:
1. Model
Administratif (line-staff)
Model administratif atau garis komando (line-staff)
merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling
dikenal. Model pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada cara kerja
atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam pelaksanaan perubahan,
termasuk perubahan kurikulum.
2. Model
Grass-Roots
Model pengembangan
kurikulum ini merupakan kebalikan dari model administratif dilihat dari sumber
inisiatif dan upaya penegmbangan kurikulum. Model grass-roots adalah bottom-up
(bawah-atas) . model ini cenderung berlaku dalam system pendidikan yang
kurikulumnya bersifat desentralisasi atau memberikan peluang terjadinya
desentralisasi.
3. Model
Beauchamp
Pengembangan kurikulum
dengan menggunakan model Beauchamp memiliki lima bagian pembuatan keputusan.
Lima tahap pembuatan keputusan tersebut adalah:
1. Memutuskan
arena pengembangan kurikulum
2. Memilih
dan melibatkan personalia pengembangan kurikulum
3. Pengorganisasian
dan prosedur pengembangan kurikulum
4. Implementasi
kurikulum
5. Evaluasi
kurikulum
4. Model
arah terbalik taba (taba’s inverted model)
Sesuai dengan namanya,
model pengembanagn kurikulum ini terbalik dari yang lazim dilaksanakan, yakni
dari yang biasa yang dilakukan.
Model taba, pengembanag kurikulum yang
dilaksankana dengan lima langkah:
1. Membuat
unit-unit percobaan
2. Menguji
unit-unit eksperimen
3. Merevisi
dan mengkonsolidasi
4. Mengembangkan
jaringan kerja
5. Memasang
dan mendeseminasi unit-unit baru
5. Model
rogers
Rogers lebih
mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rancangan pengembangan
kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman
kelompok intensif yang terpilih.
2.9 Perkembangan kurikulum
di Indonesia
1)
Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada
masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana
pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan
Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah
kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok:
a. Daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya,
b. Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan
di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,
sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran
1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda.
Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut
kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia
Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka
bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2) Kurikulum 1952, Rentjana
Pelajaran Terurai 1952
Pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata
pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol
dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Pada masa
itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah
Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak
tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
3) Kurikulum 1964, Rentjana
Pendidikan 1964
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964
yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann,
dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan
kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari
pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis
yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
5) Kurikulum Periode 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective)
yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan
SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi
dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan Instruksional Khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
6) Kurikulum 1984, Kurikulum 1975
yang Disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA
bermunculan.
7) Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum
1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Pada kurikulum 1994 perpaduan tujuan
dan proses belum berhasil karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat.
Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga
mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum
1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kehadiran Suplemen Kurikulum
1999 lebih pada menambal sejumlah
materi.
8) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi)
Kurikulum 2004, disebut juga
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis
kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang
sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada
hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
2. Kegiatan pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi,
4. sumber belajar bukan hanya guru,
tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
6. Struktur kompetensi dasar KBK ini
dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester.
7. Keterampilan dan pengetahuan dalam
setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran
tersebut.
8. Pernyataan hasil belajar ditetapkan
untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
9. Perumusan hasil belajar adalah untuk
menjawab pertanyaan,
10. Setiap hasil
belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk
menjawab pertanyaan, Bagaimana kita
mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?.
Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi
tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Hal ini mengandung arti
bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan
perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus
menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum 2004 lebih keren dengan
nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata pelajaran dirinci
berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada
alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian
Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian
kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada
praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan
kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan guru-guru pun tak
paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
9) Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan,
muncullah KTSP. Disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang
selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP
dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Disamping itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi
satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan
yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya
model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Dengan terbitnya permen nomor 24
tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar
isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan,
lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada
jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah
pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah
dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan
dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung
jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan
wilayah setempat.
Pada akhir tahun 2012 KTSP dianggap
kurang berhasil, karena pihak sekolah dan para guru belum memahami seutuhnya
mengenai KTSP dan munculnya beragam kurikulum yang sulit mencapai tujuan
pendidikan nasional. Maka mulai awal tahun 2013 KTSP dihentikan pada beberapa
sekolah dan digantikan dengan kurikulum
yang baru.
10) Kurikulum Periode 2013
Kurikulum
2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan pemutakhiran dari kurikulum
sebelumnya. Sampai saat ini pun saya belum menerima wujud aslinya seperti apa.
Namun berdasarkan informasi beberapa hal yang baru pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 sudah
diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu
(terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013.
Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan yang lama.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Awal mulanya kata curriculum
digunakan dalam bidang olahraga karena memiliki arti suatu jarak yang harus ditempuh oleh
pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Namun pada tahun
1995 istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang
sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh
pendidikan di lembaga pendidikan. Berdasarkan
seluruh pandangan dari berbagai sudut mengenai pengertian kurikulum, maka dapat
disimpulkan pengertian kurikulum adalah sederet rancangan peraturan
pembelajaran yang dibuat oleh institusi pendidikan untuk membantu peserta didik
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengertian kurikulum terus berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan. Kurikulum memiliki 6 fungsi yaitu :
Fungsi Penyesuaian, Fungsi Integrasi, Fungsi Deferensiasi, Fungsi
Persiapan, Fungsi Pemilihan, Fungsi Diagnostik.
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah atau
madrasah memiliki fungsi sebagai acuan atau pedoman dalam kegiatan pendidikan.
Selain itu memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian
tujuan pendidikan diantaranya ada peranan konservatif, kreatif serta kritis dan
evaluatif.
3.2 SARAN
Saran yang di sampaikan penulis agar
dengan membaca makalah ini disarankan pada pembaca agar mengetahui tentang pentingnya
kurikulum dalam sistim pembelajaran di sekolah. Penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Zainal.2011.Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Hamalik, Oemar.2008.Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Indra,
Heri gunawan. 2016.Model-Model
Pengembangan Kurikulum. Diakses di:
Mudjiono.
dkk.2013. Belajar Dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata, Nana S.2013. Pengembangan Kurikulum Teori danPraktek.Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Taofiqorrohman.2015.Makalah
Kurikulum Pendidikan. Diakses di: https://www.academia.edu/8563456/Makalah_Kurikulum_Pendidikan
Wibowosetyo.2015.Fungsi Dan Peranan Kurikulum.Diakses di:
Zais, S. Robert. 1976. Curriculum,
Principles and Foundations .New York: Harper
& Row, Publishers
Komentar
Posting Komentar